Pages

Jumat, 24 Februari 2012
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

WS Rendra
Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu.
Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk encintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...

Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya.
Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan
dan tidak nyata...

Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon;
akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan.
Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa
integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini
adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang
dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti.
Cinta yang tidak terurai jadi perbuatan adalah jawaban atas angka-angka
perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.**

dudung.net
Dear All,
Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan.
--------------------------------------------------------------------------------
Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.
Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?
Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.
Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.
* * *
Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.
Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.
Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:   "Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya    mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk    mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.    Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak  mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli   alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.
Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan    goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.
Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras.    Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja    jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang    (sambil hiburan) saya ngamen.    Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan    saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap.    Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini    belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu    tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil    marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir    Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh.    Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung.    Mesti bagaimana saya?
Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit    hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh    siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup.    Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya    memukulnya lagi.
Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang    besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa    ke dokter.    Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan    saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu,    di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk    sekali makan.
Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak    cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti    bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang.    Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.
Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu    memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas    jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil    dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.
Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter.    Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya    dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya,   atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis.    Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin    berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih    sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi    pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan.    Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa    melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf."
 
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.
Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.
Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.
Yuni menghampiri saya dan bilang, "Mama, saya bangga jadi anak Mama." Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.
Apakah perwujudan cinta itu hanya berarti kasmaran saja? Hmm...menurut salah seorang peneliti, cinta itu bisa berarti banyak, dan salah satunya memang bisa diartikan kasmaran dan kasih terhadap lawan jenis. Karena perasaan senang terhadap lawan jenis itu merupakan fitrah, berarti sah-sah aja dong, namun apakah sarananya harus pacaran?
Sarana yang terbaik adalah simpan rasa itu, tata dengan rapi dan ekspresikan dengan cara yang halal, yaitu menikah. Ehem...
Senang sama lawan jenis, boleh gak ya? Bukankah itu fitrah!
Ehm, siapa yang bilang nggak boleh? Tapi apakah sarananya harus pacaran?
EMOSI CINTA
Menurut para peneliti, yang dimuat Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, CINTA ADALAH SALAH SATU EMOSI YANG ADA PADA MANUSIA. Emosi cinta ini mengandung beberapa emosi lain seperti: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, hormat, kasmaran dan kasih.
Nah, dari emosi-emosi turunannya itu, jelas terlihat kalo PERWUJUDAN CINTA LEBIH LUAS SIFATNYA, BUKAN SEKEDAR KASMARAN SAJA. Persahabatan, penerimaan, kebaikan hati dsb bisa kita ekspresikan tanpa harus pacaran.
Tapikan, seorang laki-laki butuh perempuan, dan juga sebaliknya? Glek! (*smile*)
Jawabannya, memang iya sih! Namun, apakah lantas karena butuh itu kita jadi menerobos garis batas yang telah diatur Allah untuk menjaga kita?
WAJAR SAJA
Yap, wajar saja kalo kita senang dengan lawan jenis. Fitrah, betul itu! Tapi FITRAH BUKAN BERARTI HARUS DITURUTI SEHINGGA TAK TERKONTROL. KITA HARUS TETAP MENJAGA FITRAH AGAR TETAP MURNI DAN TAK TERKOTORI DENGAN NAFSU SESAAT. Cinta itu sendiri terbagi menjadi dua:
1. Cinta yang Syar'i
Cinta yang syar'i dasarnya adalah iman. Buka deh Q.S. 3:15, 52: 21 dan 3: 170.
2. Cinta yang Tidak Syar'i.
Sedangkan cinta yang tidak syar'i dasarnya adalah syahwat. Untuk yang ini silakan dibuka Q.S. 3:14, 80: 34-37, dan 43:67.
Kalau di stiker-stiker kamu sering baca: Cinta Allah, Rasul, dan jihad fi sabilillah, itu benar adanya. Urutan itulah yang utama. ALLAH MEMBENARKAN CINTA YANG SIFATNYA SYAHWATI seperti di Q.S. 3:14 (wanita/pria, anak, harta benda, dsb), SEBAB KECINTAAN YANG SIFATNYA SYAHWAT INI ADALAH TABIAT MANUSIA. Nah, KECINTAAN INILAH YANG PERLU DIKENDALIKAN.
Gimana cara mengendalikannya?
JAGALAH HATI
Ingat kisah Fatimah ra, putri Rasulullah saw? Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra, Fatimah mengaku pernah menyukai seorang laki-laki. Ketika ditanya Ali, siapa laki-laki itu, Fatimah menjawab lelaki itu sebenarnya Ali sendiri (ehem!).
Bisa ditarik kesimpulan, sebenarnya sudah ada bibit cinta pada diri Fatimah terhadap Ali, tapi toh beliau nggak lantas jadi kasmaran dan mengekspresikan cintanya dengan suka-suka gue. Beliau simpan rasa itu, menatanya dengan rapi dan mengekspresikan saat memang sudah
halal untuk diekspresikan, yaitu saat telah menikah.
Aduh, jauh banget ya? Nggak juga kok, karena itulah kendalinya. Kalau belum siap menikah? Ya, jangan main api. Lebih baik 'main air' saja biar sejuk. Gimana 'main air'-nya?
  1. Jaga pergaulan. Bukan berarti ngggak boleh gaul sama cowok, tapi JAGA PANDANGAN (bukan berarti nunduk terus).
  2. Kalau menyukai lawan jenis, CUKUP SAMPAI TAHAP SIMPATI. Jaga hati. Kalau nggak tahan, jauhi diri dari orang yang kita sukai. Banyak-banyak puasa.
  3. Banyak ikut kegiatan buat mengalihkan diri. Kurangi interaksi yang kurang jelas dengan lawan jenis. Tapi harap ingat, di setiap tempat kita pasti selalu bertemu dengan lawan jenis. Jadi SOLUSI UTAMA MEMANG MENJAGA DIRI.
  4. Banyakin teman (yang sejenis lho) dan cobalah untuk terbuka dengan teman itu. Jadi kamu nggak merasa kesepian. Cuma AKAL-AKALAN SI SETAN KOK KALO KAMU MERASA PUNYA TEMAN COWOK LEBIH ENAK DARIPADA TEMEN CEWEK ATAU SEBALIKNYA. Ngibul tuh si setan!
  5. Masih nggak kuat dan tetap ingin pacaran? Ya silakan saja. Tapi tanggung resikonya (kamu-kan sudah baligh). Harap diketahui, API NERAKA ITU PANAS, MESKI DI MUSIM HUJAN. DOSA BESAR ITU AWALNYA DARI KUMPULAN DOSA KECIL. Nah lho!

-----------------------
Penulis/Sumber : Dee
Editor : Abu Aufa
Pengirim : Ferry Hadary
Email : ferryhadary@yahoo.com


Yakin kamu anak gaul?
Jangan ngerasa gaul dulu sebelum baca tulisan ini..
Udah gak jamannya bro..kalo profil anak gaul itu cuma ribut masalah pacar, geng, tren masa kini entah itu film, musik, gadget, apalagi cuma fashion n makanan (yang notabene cuma numpang lewat aja di tenggorokan)..gak level bro..sis..dikit-dikit buat status fb tentang ribut sama pacar..dikit-dikit buat status sok penting dengan cerita “belum mandi lah, lagi ini itu tentang daily activity-nya”..hmmm, sorry ye..norak.
Udah gak gape lagi klu cuma nongkrongnya di 3 K : kantin (termasuk clubbing, café, or sekedar nongkrong-nongkrong di tempat gak jelas), kos n kampus..itu mah yang culun punya..
Kriteria gaul, skarang ini sudah bergeser..bahwa remaja dengan icon enerjiknya menjadi seorang dengan sosok yang SPK2. Ngerti artinya gak?
Ini istilah dari doctor Syafi’i Antonio..pakar keuangan yang gak cuma gape di ekonomi, melainkan juga menguasai bahasa inggris (of course), bahasa arab, sejarah,dan teknologi..(ini baru kerennnn).
Menurut beliau SPK2 itu kepanjangan dari Sholeh, Pintar, Keren, Kaya….canggih gak tu..
Anak gaul itu ya harus sholeh..memegang teguh prinsip keimanannya (bukan sekedar keislaman loh..coba bedakan ya ). Ia memiliki prinsip, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan tren zaman yang makin menggila. Gak dikit-dikit ikutan temen..masa’ cuma karena gak pengen dibilang culun truz ikut-ikutan ngrokok..Cuma gara-gara gak pengen dibilang gak laku, jadi bertingkah lirik sana-sini, genit sana sini demi mendapat gebetan..sorry ye..itu namanya plin plan, gak punya prinsip..jelas gak gaul, gak asik anak begitu mah. So, just show ur princip, show who u are..
Anak gaul juga harus pintar..pintar disini bukan dinilai dari akademik di skul nya loh ya (walaupun itu bisa jadi SALAH SATU indikator)..melainkan ia harus memiliki bidang spesialisasi sendiri yang “dia banget”. Satu bidang, cukup..klu ada 10 bidang, ya namanya anugerah..makin banyak bidang spesialisasi yang “lo banget”, artinya harus tambah banyak bersyukur tu..harus makin menunduk kayak padi. Tapi, bukan berarti dia kemudian masa bodoh, cuek bebek dengan bidang yang lainnya..ya minimal sebatas tahu-lah, walaupun gak expert..
Keren..hmmm, dalam menyimpulkan kata ini pasti banyak yang mengkonotasikannya pada fisik. Padahal ‘gak banget’ lah..kan, kita gak pernah pesan fisik kita kayak apa ke Allah..keren disini sebenernya multiarti..gabungan dari beberapa sudut pandang..dari segi fisik..ya minimal good looking karena tampilannya yang rapi, apalagi ditambah senyum manis tulus ikhlas, rasa emapati..pasti tambah ok..dari segi otak..minimal nyambunglah ketika kita ngomong apapun..dari segi gaya..gak jadul tapi juga gak rese’..dari segi norma kesusilaan..yang pasti dia harus sosok yang punya  sopan santun..n so pasti dari segi kemampuan..ya balik lagi tu pada kriiteria pintarnya, ya minimal nyerempet-nyerempet dikit lah..kalo udah punya bidang spesialisasi yang ‘dia banget’, otomatis dia akan menjelma jadi makhluk yang keren
Kaya..wuih..ini kriteria jangka panjang nih..kalo sholehnya udah (berarti udah ngantongin ridhonya Allah n ortu nih), pinter, keren..kayaknya tinggal nunggu waktu aja deh sampai rezeqinya mengalir..(jangan lupa, diistiqomahin sholat duhanya)
Coba imajinasikan..kalo kita diminta memilih..lebih cenderung respek pada seseorang yang bawa mobil tapi tingkahnya slengekan atau bawa mobil tapi santun bersahaja (akhlaqul karimah)..? klu hati kita masih normal, kayaknya memilih opsi kedua deh. Itulah fitrah manusia yang mengejar kesempurnaan.
Ketika kita bisa menjadi seseorang yang “berbeda” dalam hal kebaikan, kenapa tidak? Kenapa kita harus memilih sebagai “orang yang biasa?”. Cara berfikirnya begini..kita pasti punya mimpi, misalnya saat kita bekerja, berapa target yang kita pasang untuk gaji kita? Jika disuruh memilih, 1 juta, 2 juta atau 5 juta? Kalau saya sih pasti memilih 10 juta ;) itulah fitrah manusia, yang mengejar keidealan, kesempurnaan.
Begitu pula dalam hal-hal lain..coba bandingkan antara harga anggrek biasa dengan anggrek hitam? Anggrek sendiri sudah merupakan bunga yang eksklusif, tapi Anggrek hitam adalah bunga yang sangat “spektakuler harganya”..ia “bukan bunga biasa”..maka ia mendapat “penghargaan lebih”.
So, kamu masih mau jadi “orang biasa” ?
“Succes is in ur hand”…atau dalam Firman Allah “Wa hadainaa hun najdain” dan Kami berikan kepadamu dua jalan.
Teringat pesan seorang dosen..dimanapun kita berada, maksimalkan ikhtiar (plus doa juga) karena kita tidak tahu kemana kita akan berlabuh. Saat kita sekarang menjadi seorang siswa, lakukan ikhtiar dengan maksimal, siapa tahu besok kita “tercebur” menjadi guru, pejabat, orang terhormat, ‘alim ‘ulama…jangan sampai kelakuan kita hari ini mencoreng kesuksesan esok yang kita torehkan dengan tinta emas.
Selamat menjalankan misi SPK2..
Salam sukses selalu..baarokallahu fiikum

http://belajarhati-hatibicara.blogspot.com/2012/01/yakin-lo-anak-gaul.html
Hari gini masih maen FB dan twitteran? Masih suka galau? Atau malah pengen nyiptain “sesuatu” dalam hidup kamu? Sebenernya masih banyak seabrek pertanyan lain yang bakal kagak ada habisnya ditulis di sini. Banyak organisasi/orang yang dianggap (atau lebih tepatnya “merasa”) sukses dengan menerapkan social (baca sok-sial) network, sebagai salah satu channel komunikasi mereka, walapun ternyata tidak demikian adanya. Karena memang sangat susah untuk bisa menilai keberhasilan suatu kondisi sosial (dalam hal ini komunikasi), mengingat dinamika yang ada di dalamnya yang sangat fluktuatif. Terus kenapa social network jadi “#sesuatu” yang ngetren abis?
Apa sih social network itu?
Berdasarkan penjelasan dari wikipedia, social network adalah sebuah konsep/teori dimana seorang individu merupakan titik (node) yang terhubung dengan titik yang lain karena satu alasan tertentu (mis: keluarga, temen, kesamaan interest/hobby, tinggal di wilayah yang sama, bekerja di tempat yang sama, hingga dari agama yang sama). Hubungan antar titik ini bisa divisualisasikan menjadi menjadi semacam peta hubungan antar individu berdasar pada alasan tertentu untuk kemudian dianalisis untuk berbagai macam keperluan.
Guna memfasilitasi terwujudnya sosial network dalam satu bentuk yang bisa dipahami dan dirasakan manfaatnya, beberapa perusahaan menghadirkan yang disebut sebagai social network service, alias penyedia jasa jejaring sosial, dimana jumlahnya sangat banyak sebenernya, cuma beberapa yang terkenal dan umum dipake saat ini, yaitu facebook en twitter. Perusahaan jejaring sosial ini memperoleh keuntungan utamanya dengan menjual iklan, dan data yang mereka peroleh dari para membernya untuk keperluan analisis tertentu. So, semakin banyak data yang berhasil mereka peroleh, akan semakin tinggi pula akurasi informasinya dan semakin banyak pula analisis yang bisa dilakukan, yang pada akhirnya akan semakin banyak dolar yang bisa diperoleh oleh para penyedia jasa sosial tersebut.
Dengan melihat besarnya potensi penggunaan jejaring sosial ini, kemudian muncul berbagai ide penggunaan jejaring sosial bagi para user aktifnya. Umumnya di Indonesia mereka sering disebut sebagai situs pertemanan, dimana mereka “berasumsi” dengan menggunakan situs pertemanan atau jejaring sosial ini, mereka sudah bersosialisasi dan eksis banget di dunia dan akherat. Sementara bagi para pedagang, begitu mereka tahu potensi yang tersimpan pada situs pertemanan atau jejaring sossial ini begitu besar, spontan saja intuisi dagang mereka tumbuh subur bak jamur di musim duren, eh musim hujan, tanpa perlu banyak cingcong mereka membombardir jejaring sosial dengan iklan dagangan mereka. Sementara bagi mereka yang “gila popularitas”, jejaring sosial ini merupakan surga bagi para narsis-mania untuk menyalurkan hasrat narsis mereka yang menggelora dengan afdol bin toyib. Oya, masih banyak kelompok lainnya yang menggunakan jejaring sosial ini untuk keperluan mereka masing-masing. Karena saking banyaknya kemungkinan penggunaan jejaring sosial ini, in the end, gue ngerasa jejaring sosial adalah tempat sampah informasi saja.
Loh kok tempat sampah? Iya, karena tidak mudah untuk bisa memanfaatkan informasi yang kita peroleh dari sana. Memang selalu ada informasi bermanfaat yang bisa kita ambil, namun yang model kayak gini sangat sedikit sekali jumlahnya. Coba aja kalo kamu lagi online misal selama 30 menit, hitung deh berapa banyak “sesuatu” yang bener-bener bermanfaat bagi kamu? Kondisi ini mirip banget dengan keranjang sampah, dimana selalu aja ada “sesuatu” yang bisa dimanfaatkan di dalamnya, tapi ya sedikit banget, dan seringnya untuk memperoleh yang sedikit ini, harus dengan susah payah karena kudu diproses dulu, sementara 30 menit tersebut kalo kita gunakan untuk membaca al-Quran, lumayan banget gitu looh, yah bisa kurang lebih dapet 1 juz lah.
Bersosialisasi dan permasalahannya
Back to the fact, kita meluangkan waktu untuk aktivitas yang tidak penting, seperti sharing foto, saling poking, update status dan sebagainya. Dalam kenyataan yang sebenernya (realita) kita bisa memperoleh kesenangan yang jauh lebih asyik daripada melakukan hal tidak bermanfaat itu, misal pergi bareng temen-temen kamu, sharing foto dengan metode kuno, alias tukeran album foto, dan kemudian jelasin satu persatu foto yang ada dalam album tersebut secara langsung, nikmati setiap candaan spontan temen-temen kita dan masih banyak kesenangan lainnya yang nggak bakalan bisa kamu dapetin di jejaring sosial. Menurut kamu, temen yang kamu pergauli dengan cara chat via BBM/FB/Twit, video call via Skype, nyoret-nyoret wall mereka lebih seneng diperlakukan seperti itu daripada interaksi sosial secara langsung? Kalo jawabannya ‘Ya”, artinya kamu ato temen kamu sakit!
Selain memberikan ilusi akan sosialisasi yang palsu, jejaring sosial juga memiliki seabrek permasalahan lainnya, beberapa di antaranya adalah: Pertama, jejaring sosial sering menjadi ajang “childish” alias kekanak-kanakan. Sebagian merupakan efek dari narsisme, dimana doi pengen banget dapet perhatian orang lain. Pastinya sudah sering denger orang complain di jejaring sosial hanya karena hal sepele, kayak laper, pusing, dingin, nggak dibeliin Ipad, engga diijinin kawin ama ortunya (loh?) dan sebagainya. Apa untungnya memposting permasalahan yang sedang kita hadapi? Supaya seluruh dunia ngebacanya? Ngebuka aib sendiri? Atau kesulitan menerima kenyataan yang sedang kamu hadapi? Come On Grow Up Guys!
Kedua, penyimpangan penggunaan jejaring sosial untuk tujuan jahat, sudah sering kita denger orang tertipu dari jejaring sosial, mulai ketipu dari hal yang kecil sampai ketipu jenis kelamin pasangannya yang dikenal via jejaring sosial, karena data jenis kelaminnya di jejaring sosial dimanipulasi. Sangat susah untuk bisa kita cerna dengan logika kita: sad, but it’s true (**sambil nyanyi lagunya Metallica!)
Ketiga, sumber berbagai permasalahan interpersonal. Mulai dari sindir-sindiran via status update, kesinggung karena salah baca updetan temen, Ge-er ama status temen (dikira dirinya, padahal bukan), sampai yang berujung perceraian juga sudah terjadi, udah wasting time nambah masalah pula, rugi bener.
Keempat, alat marketing yang digunakan terlalu berlebihan. Udah jamak jaman sekarang berbagai produk dicantumkan, follow us on fb or twitter. Banyak perusahaan mengganggap jejaring sosial adalah alat marketing murah meriah yang cukup populer, coba deh kamu tanya diri kamu sendiri, buat apa sih follow sebuah produk gitu loh? Masih lumayan follow seorang pakar di bidang tertentu, karena kita berharap bisa belajar banyak dari informasi yang dia share di jejaring sosial, nah ini follow produk? Misal kita follow produk popok bayi, ngapain kita (manusia) “mengikuti” popok bayi? Apa engga lebih baik kita mengikuti Nabi Muhammad saw.? Nyadar dong kalo kita udah dijadikan obyek marketing gratisan!
Kelima, permasalahan klasik, yakni soal privasi. Data apapun itu bentuknya, ketika kita pengen ngehapus (bener-bener hilang, bukan nonaktif) ternyata terlalu berharga bagi para penyedia jasa jejaring sosial. Sebab, bagi mereka setiap data ada harganya. Data yang sudah mereka peroleh dengan mudah dari para usernya yang susah payah mendaftar dengan suka rela, tidak serta merta hilang ketika kita seorang user menutup akun-nya. Ini memunculkan pertanyaan mendasar, data-data tersebut sebenernya punya siapa? Kalo kemudian ada yang nyari duit dari data-data kita tersebut, mestinya kita berhak memperoleh bagian dari penjualannya dong. Tul nggak?
Bijak gunakan jejaring sosial
Menimbang kemudhorotan dan manfaat dari jejaring sosial, mestinya kita bisa dengan mudah menentukan kudu gimana kita dengan kondisi jejaring sosial saat ini. Yang jelas sikap idealnya adalah meninggalkannya jika tak mampu memanfaatkan dengan benar dan baik. Namun bila hal itu ada niat dan mampu untuk menyampaikan dakwah dan menunjang tersebarnya dakwah via internet, silakan saja. Buletin gaulislam juga punya kok akun di fb dan twitter untuk menunjang penyebaran informasi dakwah. Ya, sebatas keperluan itu saja.
Memang hukum dasarnya adalah mubah untuk penggunaan teknologi semacam ini, dari sudut pandang usul fiqih, mubah adalah kondisi hukum yang berupa pilihan yang diserahkan pada manusia, yang dimaksud dengan pilihan di sini adalah pilihan untuk melakukan maupun tidak melakukan aktivitas tersebut, tentunya harus ditimbang dengan standard syar’i. Jadi kita musti menimbang permasalahan penggunaan jejaring sosial ini sesuai dengan kondisi yang kita hadapi.
Fenomena maraknya jejaring sosial di Indonesia ini juga mengindikasikan bagaimana kualitas umat Islam di negeri kita, karena sebagai seorang muslim kita kudu bisa menghargai waktu dengan baik dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan hadis daro Abu Hurairah r.a.: “Nabi bersabda, salah satu ciri baiknya keislaman seseorang adalah ketika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (bagi dunia dan akhiratnya)”. Dari hadis tersebut bisa kita tarik kesimpulan kalo emang keislaman umat di Indonesia ini baik, sudah pasti hal-hal yang tidak bermanfaat pasti nggak akan laku, bukan malah sebaliknya.
Get Real, Bro! Kalo kamu emang punya pemikiran jenius tiada taranya, tuangkan pemikiran kamu dalam amalan yang “Real”, supaya orang lain merasakan hebatnya kontribusi pemikiran jenius kamu! Buat apa kamu tuangkan pemikiran jenius kamu di jejaring ‘soksial’ dan kemudian ngerasa “besar” di FB/Twit karena banyak temenya atau follower-nya yang ngerespon pemikiran-pemikiran kamu, tapi kehidupan nyata, you’re nothing!
Kita kudu kembali bersosialisasi dengan “real”! Sosialisai itu gampang kok dan mengasyikan, nggak perlu media-mediaan, and so pasti sangat manusia banget dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hiduplah lebih banyak di dunia nyata, buatlah “sesuatu” in real life, Islam masih memerlukan banyak banget pejuang-pejuang tangguh dan jenius seperti kamu untuk menegakkan kembali kekhalifahan di muka bumi ini. So, banyak-banyaklah bersyukur terhadap apa yang sudah kamu dapet saat ini, semoga bermanfaat. [aribowo]

dudung.net
Di era globalisasi dan seiring maraknya ragam gaya hidup Barat yang masuk ke dunia Islam, menyebabkan banyak remaja muslim di berbagai belahan dunia tak mampu berkutik dibuatnya. Gaya hidup Barat yang tak lepas dari kesan glamor dan konsumtif, wujud cerminan modernitas tersebut, mampu menggoncang peradaban Islam. Terutama para remaja muda-mudi.

Salah satu budaya Barat yang merasuki remaja muslim, hingga dijadikan trendsetter, tersebut ialah sebuah perayaan yang jatuh pada tanggal 14 Februari bernama ”Valentine’s day” atau “Hari Kasih Sayang”.
Valentine’s Day dimaknai dengan kasih sayang atau hari di mana pasangan kekasih, muda-mudi Barat, yang sedang jatuh cinta mengungkapkan rasa kasih sayang mereka kepada pasangan masing-masing. Umumnya diekspresikan dengan saling bertukar kado, cokelat, dan bunga mawar. Bahkan, yang lebih populer, dengan bertukar kartu valentine berbentuk hati (love), yang dihiasi sebuah gambar "Copidu" (si bayi kecil bersayap dengan busur lengkap dan anak panah di tangan).

Jika kita mau menilik lebih jauh tentang asal muasal perayaan Valentine’s Day, akan kita temukan berbagai versi di dalamnya. Hal tersebut membuktikan bahwa perayaan Valentine’s Day memiliki latar belakang yang tidak jelas sama sekali. Bahkan, bisa dikatakan hanya berasal dari sebuah mitos belaka dengan merujuk seorang martir bernama Valentinus atau Santo Valentinus. Santo Valentinus meninggal pada 14 Februari yang kemudian oleh Paus Gelasius I dijadikan hari perayaan bagi kaum Nasrani.

Namun, tabiat muda-mudi yang selalu latah akan kebudayaan Barat, yang jauh dari syariat Islam, Valentine’s Day selalu menjadi momen tersendiri bagi mereka setiap tahunnya. Dari sekedar mengucapkan "selamat", hingga ikut langsung melakoni hal serupa seperti yang dilakukan "orang Barat".
Hal-hal tersebut terjadi karena sebagian remaja atau muda-mudi muslim telah menganggap yang "satu" ini sebagai trend masa kini. Sehingga, bagi yang tidak ikut merayakan, bisa dianggap kuno, ketinggalan zaman, atau kampungan (wong ndeso). Sebagian orang ada yang hanya ikut-ikutan, tanpa mengetahui story behind perayaan tersebut. Namun, tidak sedikit pula sebagian mereka sebenarnya mengetahui kalau Valentine’s Day merupakan budaya non muslim, tapi karena alasan gengsi (jika tidak ikut merayakan) mereka pun akhirnya tidak mau tahu.

Islam sangat melarang umatnya dari sikap tasyabuh (menyerupai budaya atau gaya hidup non muslim), baik dari segi ucapan, tingkah laku, maupun cara bermode.
Firman Allah dalam Surat Al-Isra’, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (Al-Isra’:36)
Kemudian dalam Surat Al-An’am, ”Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di Bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah, yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan." (Al-An’am:116)

Serta sabda Nabi Saw, ” Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kelompok mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sangat  jelas di muka, bahwa hari Valentine merupakan perayaan atau ritual non muslim. Jika kita ikut merayakannya, berarti kita telah meniru-niru mereka.
Selain tasyabuh, dalam perayaan Valentine’s Day, jika kita saksikan sekarang ini merupakan cara pengekspresian cinta kasih yang dibaluti dengan fenomena pacaran, zina, mabuk-mabukan, serta foya-foya, yang intinya terlalu mengedepankan nafsu syahwat semata. Cara mengekspresikan cinta kasih inilah yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam, jika kita memandang perayaan ini melalui perspektif Islam.
Sungguh merupakan sebuah kekurangcerdasan, jika kita sebagai generasi Islam ikut melestarikan budaya yang sama sekali tidak memiliki ikatan histori, emosional, dan religius sedikitpun dengan ajaran Islam. Keikutsertaan kita dalam perayaan yang identik dengan hura-hura dan maksiat ini merupakan refleksi sebuah kekalahan dalam "peperangan" mempertahankan identitas jati diri kita sebagai pemeluk Islam.
Sebagai generasi muda muslim, selain kita dituntut melek teknologi dan ilmu pengetahuan, kita juga dituntut mampu memfilterisasi diri serta lingkungan atau budaya kita dari integritas budaya asing. Jangan mudah terbawa arus deras modernisasi yang cenderung menyesatkan. Jangan sampai kita sebagai umat Islam hanya bagai buih di lautan, banyak namun mudah terombang-ambing, banyak namun tak memilki arti.
Hal semestinya yang harus kita lakukan wahai saudaraku, adalah kembali merapatkan jiwa dan kesadaran kita masing-masing ke dasar ajaran agama kita. Kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. Mendekatkan diri kepada Allah, serta membekali diri ini dengan tembok pengetahuan agama yang mumpuni. Tanpa mengabaikan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai generasi Islam, kita harus berusaha sekuat yang kita mampu untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan kita di masyarakat, dalam muamalah sehari-hari. Agar ruh ajaran Islam tak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang terbukti hanya menimbulkan keresahan dalam masyarakat muslim.

Semoga kita semua diberikan kemampuan untuk meninggikan kalimat Allah di medan perjuangan yang semakin hari semakin kompleks ini. Sesuai dengan background kita masing-masing. Amin yaa robbal ‘alamin.


Herdiansyah el-Amdah Ihsan

Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Islam, Universitas Hassan Tsani
Mohammedia, Casablanca, Maroko
Senin, 06 Februari 2012

 Bandar Lampung, Jum’at  13 Januari 2012 gedung dekanat Fakultas Teknik Universitas Lampung dipadati oleh Mahasiswa dari berbagai Universitas di Lampung dan beberapa mahasiswa Teknik dari Universitas Bengkulu, Universitas Sriwijaya dan Politeknik Negeri Sriwijaya. Mereka adalah peserta dalam seminar daerah yang merupakan salah satu dari rangkaian acara Rakorwil II FULDKT Lampung yang diselenggarakan oleh UKMF FOSSI FT Unila. Seminar Daerah yang mengambil Tema Explorasi Panas Bumi sebagai Sumber Energi Alternatif di Provinsi Lampung mengundang  Dr. Yunus Daud dari MITI dan Prof.  Dr. Suharno, B.Sc., M.S., M.Sc., Ph.D yang merupakan dosen teknik geofisika Universitas Lampung sebagai Pembicara.
Acara dimulai pukul 09.00 WIB dibuka dengan tarian Sigeh Pengunten oleh adik-adik dari SDIT Permata Bunda dan dilanjutkan peresmian pembukaan acara Rakorwil II FULDKT Lampung yang juga sekaligus membuka seminar Daerah oleh Bapak Bagus Sapto Mulyanto, S.Si, M.Si yang mewakili Pembantu Dekan III yang berhalangan hadir kala itu. Dalam kesempatanya Dr. Yunus Daud mengungkapkan bahwa potensi panas bumi (geotermal) merupakan salah satu potensi energi terbesar yang dimiliki Indonesia bahkan menjadi yang terbesar di dunia. Provinsi Lampung sendiri  mempunyai 10% dari potensi yang ada. “Panas bumi merupakan energi terbarukan yang ramah lingkungan, karena fluida panas bumi setelah diubah menjadi energi listrik akan dikembalikan ke bawah permukaan energi. Tetapi untuk eksplorasi panas bumi membutuhkan biaya yang sangat besar dan juga perspektif masyarakat yang beranggapan bahwa eksplorasi panas bumi dapat merusak kawasan hutan lindung disekitar area eksplorasi, padahal eksplorasi panas bumi hanya memanfaatkan sedikit area yang telah diperhitungkan mempunyai potensi geotermal yang besar”.ungkapnya. Senada dengan Dr. Yunus Daud , Prof. Suharno juga mengatakan bahwa Geotermal (panas bumi) sangat penting dikembangkan di Indonesia, dan Lampung merupakan salah satu tempat potensial untuk geotermal terkhusus di daerah Ulubelu, Tanggamus.
Beberapa peserta yang hadir mengaku puas dan sangat tertarik dengan materi yang disampaikan, mereka semakain menyadari bahwa sediaan energi saat ini makin berkurang dan tidak sebanding dengan kebtuhan akan energi yang semakin meningkat. Mereka berharap kedepan akan semakin banyak acara seminar yang mengambil tema serupa atau bahkan lebih dari ini untuk mengupas tuntas tentang problematika energi yang dihadapai bangsa saat ini dan menemukan pemecahan masalahnya.
Tri Wibowo yang merupakan wakil dari Ketua Pelaksana sekaligus sebagai Ketua Umum FOSSI FT Unila mengaku sangat senang dengan antusisme peserta seminar daerah terbukti dari banyaknya peserta yang hadir melebihi dari target yang telah ditentukan oleh panitia. “kami  sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyukseskan acara seminar daerah ini, terlebih kepada para pemateri Bapak Dr. Yunus Daud dan Prof. Suharno yang sudah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu kepada teman-teman di Lampung. Semoga Ilmu yang diberikan dapat bermanfaat dan kami mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan.” ujarnya
"Tatkala kudatangi sebuah cermin tampak sesosok yang telah lama ku kenal, tapi aneh,,sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat..
Tatkala ku tatap mata, nanar hatiku bertanya, mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan??
menatap Rasulullah, menatap kekasih ALLAH kelak? ataukah mata ini yang akan terbelalak, melotot, menganga, terburai menatap neraka jahannam..akankah mata penuh maksiat ini menyelamatkan??
wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini..??"
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers