Jumat, 24 Februari 2012
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
WS Rendra
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
WS Rendra
Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.
Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu.
Aku takkan menikah lagi."
Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk encintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."
Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...
Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya.
Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan
dan tidak nyata...
Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon;
akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan.
Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan.
Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa
integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini
adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang
dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.
Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu.
Aku takkan menikah lagi."
Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk encintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."
Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...
Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya.
Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan
dan tidak nyata...
Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon;
akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan.
Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan.
Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa
integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini
adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang
dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti.
Cinta yang tidak terurai jadi perbuatan adalah jawaban atas angka-angka
perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.**
dudung.net
perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.**
dudung.net
Dear All,
Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan.
--------------------------------------------------------------------------------
Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan.
--------------------------------------------------------------------------------
Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.
Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang
bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU
itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk
dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok
tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong
bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah
dengan Yudi, anak saya?
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng.
Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan
itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya
mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi
seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi
sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu
tidak masuk.
Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu
menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa
masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia
menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak
muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin
dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang
janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti
berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa
buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik
daripada lengah?
Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara
kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu
sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak
pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.
Terlintas di
pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut
jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda
itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa
ada yang memukul.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan
dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang
mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi
kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya
ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak
muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di
atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena
kaki saya masih lemas.
* *
*
Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan
penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli
bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang
menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang
gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan
bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah
saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue,
telah raib.
Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si
penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu.
Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya
simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang
berkurang.
Lama saya melihat dompet itu dan
melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa
pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit
seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib,
seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah
dongengan?
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong
plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat
yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya
seperti ini: "Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu.
Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak
punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu
mau membacanya. Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya
di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah
nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena
kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah
sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian
sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.
Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak
berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung.
Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu
untuk beli beras.
Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang
lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya
bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring
di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen.
Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung
dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi
kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya
tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak
yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil
judi, saya yakin itu.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang
sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya
mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai
Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya
sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?
Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi
buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu
sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya
tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak
perduli. Hampir saya memukulnya lagi.
Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya
dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa.
Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan
mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali
bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung
jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk
sekali makan.
Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran
tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya
mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi
saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi
pencopet.
Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya
melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti
Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu
dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang
300 ribu lebih.
Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter.
Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana
saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu
tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa
berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu
saya selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis.
Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya
ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300
ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura.
Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan
orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli
kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus
mengembalikan dompet Ibu. Maaf."
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca.
Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap
stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di
taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang
berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon
rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat
sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi
pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan.
Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke
luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh
yang biasa saja.
Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap
saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati
kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang
harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan,
dan sebagainya.
Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa
sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan
di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan
tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus
bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya,
nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan
pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami
kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama.
Diam-diam air mata mengalir dimata saya.
Yuni menghampiri saya dan bilang, "Mama,
saya bangga jadi anak Mama." Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak
lainnya.
Apakah perwujudan cinta itu hanya berarti kasmaran saja? Hmm...menurut salah
seorang peneliti, cinta itu bisa berarti banyak, dan salah satunya memang bisa
diartikan kasmaran dan kasih terhadap lawan jenis. Karena perasaan senang terhadap
lawan jenis itu merupakan fitrah, berarti sah-sah aja dong, namun apakah sarananya
harus pacaran?
Sarana yang terbaik adalah simpan rasa itu, tata dengan rapi dan ekspresikan dengan cara yang halal, yaitu menikah. Ehem...
Senang sama lawan jenis, boleh gak ya? Bukankah itu fitrah!
Ehm, siapa yang bilang nggak boleh? Tapi apakah sarananya harus pacaran?
EMOSI CINTA
Menurut para peneliti, yang dimuat Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, CINTA ADALAH SALAH SATU EMOSI YANG ADA PADA MANUSIA. Emosi cinta ini mengandung beberapa emosi lain seperti: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, hormat, kasmaran dan kasih.
Nah, dari emosi-emosi turunannya itu, jelas terlihat kalo PERWUJUDAN CINTA LEBIH LUAS SIFATNYA, BUKAN SEKEDAR KASMARAN SAJA. Persahabatan, penerimaan, kebaikan hati dsb bisa kita ekspresikan tanpa harus pacaran.
Tapikan, seorang laki-laki butuh perempuan, dan juga sebaliknya? Glek! (*smile*)
Jawabannya, memang iya sih! Namun, apakah lantas karena butuh itu kita jadi menerobos garis batas yang telah diatur Allah untuk menjaga kita?
WAJAR SAJA
Yap, wajar saja kalo kita senang dengan lawan jenis. Fitrah, betul itu! Tapi FITRAH BUKAN BERARTI HARUS DITURUTI SEHINGGA TAK TERKONTROL. KITA HARUS TETAP MENJAGA FITRAH AGAR TETAP MURNI DAN TAK TERKOTORI DENGAN NAFSU SESAAT. Cinta itu sendiri terbagi menjadi dua:
1. Cinta yang Syar'i
Cinta yang syar'i dasarnya adalah iman. Buka deh Q.S. 3:15, 52: 21 dan 3: 170.
2. Cinta yang Tidak Syar'i.
Sedangkan cinta yang tidak syar'i dasarnya adalah syahwat. Untuk yang ini silakan dibuka Q.S. 3:14, 80: 34-37, dan 43:67.
Kalau di stiker-stiker kamu sering baca: Cinta Allah, Rasul, dan jihad fi sabilillah, itu benar adanya. Urutan itulah yang utama. ALLAH MEMBENARKAN CINTA YANG SIFATNYA SYAHWATI seperti di Q.S. 3:14 (wanita/pria, anak, harta benda, dsb), SEBAB KECINTAAN YANG SIFATNYA SYAHWAT INI ADALAH TABIAT MANUSIA. Nah, KECINTAAN INILAH YANG PERLU DIKENDALIKAN.
Gimana cara mengendalikannya?
JAGALAH HATI
Ingat kisah Fatimah ra, putri Rasulullah saw? Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra, Fatimah mengaku pernah menyukai seorang laki-laki. Ketika ditanya Ali, siapa laki-laki itu, Fatimah menjawab lelaki itu sebenarnya Ali sendiri (ehem!).
Bisa ditarik kesimpulan, sebenarnya sudah ada bibit cinta pada diri Fatimah terhadap Ali, tapi toh beliau nggak lantas jadi kasmaran dan mengekspresikan cintanya dengan suka-suka gue. Beliau simpan rasa itu, menatanya dengan rapi dan mengekspresikan saat memang sudah
halal untuk diekspresikan, yaitu saat telah menikah.
Aduh, jauh banget ya? Nggak juga kok, karena itulah kendalinya. Kalau belum siap menikah? Ya, jangan main api. Lebih baik 'main air' saja biar sejuk. Gimana 'main air'-nya?
-----------------------
Penulis/Sumber : Dee
Editor : Abu Aufa
Pengirim : Ferry Hadary
Email : ferryhadary@yahoo.com
Sarana yang terbaik adalah simpan rasa itu, tata dengan rapi dan ekspresikan dengan cara yang halal, yaitu menikah. Ehem...
Senang sama lawan jenis, boleh gak ya? Bukankah itu fitrah!
Ehm, siapa yang bilang nggak boleh? Tapi apakah sarananya harus pacaran?
EMOSI CINTA
Menurut para peneliti, yang dimuat Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, CINTA ADALAH SALAH SATU EMOSI YANG ADA PADA MANUSIA. Emosi cinta ini mengandung beberapa emosi lain seperti: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, hormat, kasmaran dan kasih.
Nah, dari emosi-emosi turunannya itu, jelas terlihat kalo PERWUJUDAN CINTA LEBIH LUAS SIFATNYA, BUKAN SEKEDAR KASMARAN SAJA. Persahabatan, penerimaan, kebaikan hati dsb bisa kita ekspresikan tanpa harus pacaran.
Tapikan, seorang laki-laki butuh perempuan, dan juga sebaliknya? Glek! (*smile*)
Jawabannya, memang iya sih! Namun, apakah lantas karena butuh itu kita jadi menerobos garis batas yang telah diatur Allah untuk menjaga kita?
WAJAR SAJA
Yap, wajar saja kalo kita senang dengan lawan jenis. Fitrah, betul itu! Tapi FITRAH BUKAN BERARTI HARUS DITURUTI SEHINGGA TAK TERKONTROL. KITA HARUS TETAP MENJAGA FITRAH AGAR TETAP MURNI DAN TAK TERKOTORI DENGAN NAFSU SESAAT. Cinta itu sendiri terbagi menjadi dua:
1. Cinta yang Syar'i
Cinta yang syar'i dasarnya adalah iman. Buka deh Q.S. 3:15, 52: 21 dan 3: 170.
2. Cinta yang Tidak Syar'i.
Sedangkan cinta yang tidak syar'i dasarnya adalah syahwat. Untuk yang ini silakan dibuka Q.S. 3:14, 80: 34-37, dan 43:67.
Kalau di stiker-stiker kamu sering baca: Cinta Allah, Rasul, dan jihad fi sabilillah, itu benar adanya. Urutan itulah yang utama. ALLAH MEMBENARKAN CINTA YANG SIFATNYA SYAHWATI seperti di Q.S. 3:14 (wanita/pria, anak, harta benda, dsb), SEBAB KECINTAAN YANG SIFATNYA SYAHWAT INI ADALAH TABIAT MANUSIA. Nah, KECINTAAN INILAH YANG PERLU DIKENDALIKAN.
Gimana cara mengendalikannya?
JAGALAH HATI
Ingat kisah Fatimah ra, putri Rasulullah saw? Setelah menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra, Fatimah mengaku pernah menyukai seorang laki-laki. Ketika ditanya Ali, siapa laki-laki itu, Fatimah menjawab lelaki itu sebenarnya Ali sendiri (ehem!).
Bisa ditarik kesimpulan, sebenarnya sudah ada bibit cinta pada diri Fatimah terhadap Ali, tapi toh beliau nggak lantas jadi kasmaran dan mengekspresikan cintanya dengan suka-suka gue. Beliau simpan rasa itu, menatanya dengan rapi dan mengekspresikan saat memang sudah
halal untuk diekspresikan, yaitu saat telah menikah.
Aduh, jauh banget ya? Nggak juga kok, karena itulah kendalinya. Kalau belum siap menikah? Ya, jangan main api. Lebih baik 'main air' saja biar sejuk. Gimana 'main air'-nya?
- Jaga pergaulan. Bukan berarti ngggak boleh gaul sama cowok, tapi JAGA PANDANGAN (bukan berarti nunduk terus).
- Kalau menyukai lawan jenis, CUKUP SAMPAI TAHAP SIMPATI. Jaga hati. Kalau nggak tahan, jauhi diri dari orang yang kita sukai. Banyak-banyak puasa.
- Banyak ikut kegiatan buat mengalihkan diri. Kurangi interaksi yang kurang jelas dengan lawan jenis. Tapi harap ingat, di setiap tempat kita pasti selalu bertemu dengan lawan jenis. Jadi SOLUSI UTAMA MEMANG MENJAGA DIRI.
- Banyakin teman (yang sejenis lho) dan cobalah untuk terbuka dengan teman itu. Jadi kamu nggak merasa kesepian. Cuma AKAL-AKALAN SI SETAN KOK KALO KAMU MERASA PUNYA TEMAN COWOK LEBIH ENAK DARIPADA TEMEN CEWEK ATAU SEBALIKNYA. Ngibul tuh si setan!
- Masih nggak kuat dan tetap ingin pacaran? Ya silakan saja. Tapi tanggung resikonya (kamu-kan sudah baligh). Harap diketahui, API NERAKA ITU PANAS, MESKI DI MUSIM HUJAN. DOSA BESAR ITU AWALNYA DARI KUMPULAN DOSA KECIL. Nah lho!
-----------------------
Penulis/Sumber : Dee
Editor : Abu Aufa
Pengirim : Ferry Hadary
Email : ferryhadary@yahoo.com
Yakin kamu anak gaul?
Jangan ngerasa gaul dulu sebelum baca tulisan ini..
Udah
gak jamannya bro..kalo profil anak gaul itu cuma ribut masalah pacar,
geng, tren masa kini entah itu film, musik, gadget, apalagi cuma fashion
n makanan (yang notabene cuma numpang lewat aja di tenggorokan)..gak
level bro..sis..dikit-dikit buat status fb tentang ribut sama
pacar..dikit-dikit buat status sok penting dengan cerita “belum mandi
lah, lagi ini itu tentang daily activity-nya”..hmmm, sorry ye..norak.
Udah
gak gape lagi klu cuma nongkrongnya di 3 K : kantin (termasuk clubbing,
café, or sekedar nongkrong-nongkrong di tempat gak jelas), kos n
kampus..itu mah yang culun punya..
Kriteria gaul, skarang ini sudah bergeser..bahwa remaja dengan icon enerjiknya menjadi seorang dengan sosok yang SPK2. Ngerti artinya gak?
Ini
istilah dari doctor Syafi’i Antonio..pakar keuangan yang gak cuma gape
di ekonomi, melainkan juga menguasai bahasa inggris (of course), bahasa
arab, sejarah,dan teknologi..(ini baru kerennnn).
Menurut beliau SPK2 itu kepanjangan dari Sholeh, Pintar, Keren, Kaya….canggih gak tu..
Anak
gaul itu ya harus sholeh..memegang teguh prinsip keimanannya (bukan
sekedar keislaman loh..coba bedakan ya ). Ia memiliki prinsip, sehingga
tidak mudah diombang-ambingkan tren zaman yang makin menggila. Gak
dikit-dikit ikutan temen..masa’ cuma karena gak pengen dibilang culun
truz ikut-ikutan ngrokok..Cuma gara-gara gak pengen dibilang gak laku,
jadi bertingkah lirik sana-sini, genit sana sini demi mendapat
gebetan..sorry ye..itu namanya plin plan, gak punya prinsip..jelas gak
gaul, gak asik anak begitu mah. So, just show ur princip, show who u
are..
Anak
gaul juga harus pintar..pintar disini bukan dinilai dari akademik di
skul nya loh ya (walaupun itu bisa jadi SALAH SATU indikator)..melainkan
ia harus memiliki bidang spesialisasi sendiri yang “dia banget”. Satu
bidang, cukup..klu ada 10 bidang, ya namanya anugerah..makin banyak
bidang spesialisasi yang “lo banget”, artinya harus tambah banyak
bersyukur tu..harus makin menunduk kayak padi. Tapi, bukan berarti dia
kemudian masa bodoh, cuek bebek dengan bidang yang lainnya..ya minimal
sebatas tahu-lah, walaupun gak expert..
Keren..hmmm,
dalam menyimpulkan kata ini pasti banyak yang mengkonotasikannya pada
fisik. Padahal ‘gak banget’ lah..kan, kita gak pernah pesan fisik kita
kayak apa ke Allah..keren disini sebenernya multiarti..gabungan dari
beberapa sudut pandang..dari segi fisik..ya minimal good looking karena
tampilannya yang rapi, apalagi ditambah senyum manis tulus ikhlas, rasa
emapati..pasti tambah ok..dari segi otak..minimal nyambunglah ketika
kita ngomong apapun..dari segi gaya..gak jadul tapi juga gak rese’..dari
segi norma kesusilaan..yang pasti dia harus sosok yang punya sopan
santun..n so pasti dari segi kemampuan..ya balik lagi tu pada kriiteria
pintarnya, ya minimal nyerempet-nyerempet dikit lah..kalo udah punya
bidang spesialisasi yang ‘dia banget’, otomatis dia akan menjelma jadi
makhluk yang keren
Kaya..wuih..ini
kriteria jangka panjang nih..kalo sholehnya udah (berarti udah
ngantongin ridhonya Allah n ortu nih), pinter, keren..kayaknya tinggal
nunggu waktu aja deh sampai rezeqinya mengalir..(jangan lupa,
diistiqomahin sholat duhanya)
Coba
imajinasikan..kalo kita diminta memilih..lebih cenderung respek pada
seseorang yang bawa mobil tapi tingkahnya slengekan atau bawa mobil tapi
santun bersahaja (akhlaqul karimah)..? klu hati kita masih normal,
kayaknya memilih opsi kedua deh. Itulah fitrah manusia yang mengejar
kesempurnaan.
Ketika
kita bisa menjadi seseorang yang “berbeda” dalam hal kebaikan, kenapa
tidak? Kenapa kita harus memilih sebagai “orang yang biasa?”. Cara
berfikirnya begini..kita pasti punya mimpi, misalnya saat kita bekerja,
berapa target yang kita pasang untuk gaji kita? Jika disuruh memilih, 1
juta, 2 juta atau 5 juta? Kalau saya sih pasti memilih 10 juta ;) itulah
fitrah manusia, yang mengejar keidealan, kesempurnaan.
Begitu
pula dalam hal-hal lain..coba bandingkan antara harga anggrek biasa
dengan anggrek hitam? Anggrek sendiri sudah merupakan bunga yang
eksklusif, tapi Anggrek hitam adalah bunga yang sangat “spektakuler
harganya”..ia “bukan bunga biasa”..maka ia mendapat “penghargaan lebih”.
So, kamu masih mau jadi “orang biasa” ?
“Succes is in ur hand”…atau dalam Firman Allah “Wa hadainaa hun najdain” dan Kami berikan kepadamu dua jalan.
Teringat
pesan seorang dosen..dimanapun kita berada, maksimalkan ikhtiar (plus
doa juga) karena kita tidak tahu kemana kita akan berlabuh. Saat kita
sekarang menjadi seorang siswa, lakukan ikhtiar dengan maksimal, siapa
tahu besok kita “tercebur” menjadi guru, pejabat, orang terhormat, ‘alim
‘ulama…jangan sampai kelakuan kita hari ini mencoreng kesuksesan esok
yang kita torehkan dengan tinta emas.
Selamat menjalankan misi SPK2..
Salam sukses selalu..baarokallahu fiikum
http://belajarhati-hatibicara.blogspot.com/2012/01/yakin-lo-anak-gaul.html
http://belajarhati-hatibicara.blogspot.com/2012/01/yakin-lo-anak-gaul.html
Hari gini masih maen FB dan twitteran? Masih suka
galau? Atau malah pengen nyiptain “sesuatu” dalam hidup kamu?
Sebenernya masih banyak seabrek pertanyan lain yang bakal kagak ada
habisnya ditulis di sini. Banyak organisasi/orang yang dianggap (atau
lebih tepatnya “merasa”) sukses dengan menerapkan social (baca
sok-sial) network, sebagai salah satu channel komunikasi mereka,
walapun ternyata tidak demikian adanya. Karena memang sangat susah
untuk bisa menilai keberhasilan suatu kondisi sosial (dalam hal ini
komunikasi), mengingat dinamika yang ada di dalamnya yang sangat
fluktuatif. Terus kenapa social network jadi “#sesuatu” yang ngetren
abis?
Apa sih social network itu?
Berdasarkan
penjelasan dari wikipedia, social network adalah sebuah konsep/teori
dimana seorang individu merupakan titik (node) yang terhubung dengan
titik yang lain karena satu alasan tertentu (mis: keluarga, temen,
kesamaan interest/hobby, tinggal di wilayah yang sama, bekerja di
tempat yang sama, hingga dari agama yang sama). Hubungan antar titik
ini bisa divisualisasikan menjadi menjadi semacam peta hubungan antar
individu berdasar pada alasan tertentu untuk kemudian dianalisis untuk
berbagai macam keperluan.
Guna
memfasilitasi terwujudnya sosial network dalam satu bentuk yang bisa
dipahami dan dirasakan manfaatnya, beberapa perusahaan menghadirkan
yang disebut sebagai social network service, alias penyedia jasa
jejaring sosial, dimana jumlahnya sangat banyak sebenernya, cuma
beberapa yang terkenal dan umum dipake saat ini, yaitu facebook en
twitter. Perusahaan jejaring sosial ini memperoleh keuntungan utamanya
dengan menjual iklan, dan data yang mereka peroleh dari para membernya
untuk keperluan analisis tertentu. So, semakin banyak data yang
berhasil mereka peroleh, akan semakin tinggi pula akurasi informasinya
dan semakin banyak pula analisis yang bisa dilakukan, yang pada
akhirnya akan semakin banyak dolar yang bisa diperoleh oleh para
penyedia jasa sosial tersebut.
Dengan
melihat besarnya potensi penggunaan jejaring sosial ini, kemudian
muncul berbagai ide penggunaan jejaring sosial bagi para user aktifnya.
Umumnya di Indonesia mereka sering disebut sebagai situs pertemanan,
dimana mereka “berasumsi” dengan menggunakan situs pertemanan atau
jejaring sosial ini, mereka sudah bersosialisasi dan eksis banget di
dunia dan akherat. Sementara bagi para pedagang, begitu mereka tahu
potensi yang tersimpan pada situs pertemanan atau jejaring sossial ini
begitu besar, spontan saja intuisi dagang mereka tumbuh subur bak jamur
di musim duren, eh musim hujan, tanpa perlu banyak cingcong mereka
membombardir jejaring sosial dengan iklan dagangan mereka. Sementara
bagi mereka yang “gila popularitas”, jejaring sosial ini merupakan
surga bagi para narsis-mania untuk menyalurkan hasrat narsis mereka
yang menggelora dengan afdol bin toyib. Oya, masih banyak kelompok
lainnya yang menggunakan jejaring sosial ini untuk keperluan mereka
masing-masing. Karena saking banyaknya kemungkinan penggunaan jejaring
sosial ini, in the end, gue ngerasa jejaring sosial adalah tempat sampah informasi saja.
Loh
kok tempat sampah? Iya, karena tidak mudah untuk bisa memanfaatkan
informasi yang kita peroleh dari sana. Memang selalu ada informasi
bermanfaat yang bisa kita ambil, namun yang model kayak gini sangat
sedikit sekali jumlahnya. Coba aja kalo kamu lagi online misal selama
30 menit, hitung deh berapa banyak “sesuatu” yang bener-bener
bermanfaat bagi kamu? Kondisi ini mirip banget dengan keranjang sampah,
dimana selalu aja ada “sesuatu” yang bisa dimanfaatkan di dalamnya,
tapi ya sedikit banget, dan seringnya untuk memperoleh yang sedikit
ini, harus dengan susah payah karena kudu diproses dulu, sementara 30
menit tersebut kalo kita gunakan untuk membaca al-Quran, lumayan banget
gitu looh, yah bisa kurang lebih dapet 1 juz lah.
Bersosialisasi dan permasalahannya
Back to the fact,
kita meluangkan waktu untuk aktivitas yang tidak penting, seperti
sharing foto, saling poking, update status dan sebagainya. Dalam
kenyataan yang sebenernya (realita) kita bisa memperoleh kesenangan
yang jauh lebih asyik daripada melakukan hal tidak bermanfaat itu,
misal pergi bareng temen-temen kamu, sharing foto dengan metode kuno,
alias tukeran album foto, dan kemudian jelasin satu persatu foto yang
ada dalam album tersebut secara langsung, nikmati setiap candaan
spontan temen-temen kita dan masih banyak kesenangan lainnya yang nggak
bakalan bisa kamu dapetin di jejaring sosial. Menurut kamu, temen yang
kamu pergauli dengan cara chat via BBM/FB/Twit, video call via Skype,
nyoret-nyoret wall mereka lebih seneng diperlakukan seperti itu
daripada interaksi sosial secara langsung? Kalo jawabannya ‘Ya”,
artinya kamu ato temen kamu sakit!
Selain
memberikan ilusi akan sosialisasi yang palsu, jejaring sosial juga
memiliki seabrek permasalahan lainnya, beberapa di antaranya adalah:
Pertama, jejaring sosial sering menjadi ajang “childish” alias
kekanak-kanakan. Sebagian merupakan efek dari narsisme, dimana doi
pengen banget dapet perhatian orang lain. Pastinya sudah sering denger
orang complain di jejaring sosial hanya karena hal sepele,
kayak laper, pusing, dingin, nggak dibeliin Ipad, engga diijinin kawin
ama ortunya (loh?) dan sebagainya. Apa untungnya memposting permasalahan
yang sedang kita hadapi? Supaya seluruh dunia ngebacanya? Ngebuka aib
sendiri? Atau kesulitan menerima kenyataan yang sedang kamu hadapi?
Come On Grow Up Guys!
Kedua,
penyimpangan penggunaan jejaring sosial untuk tujuan jahat, sudah
sering kita denger orang tertipu dari jejaring sosial, mulai ketipu
dari hal yang kecil sampai ketipu jenis kelamin pasangannya yang
dikenal via jejaring sosial, karena data jenis kelaminnya di jejaring
sosial dimanipulasi. Sangat susah untuk bisa kita cerna dengan logika
kita: sad, but it’s true (**sambil nyanyi lagunya Metallica!)
Ketiga,
sumber berbagai permasalahan interpersonal. Mulai dari sindir-sindiran
via status update, kesinggung karena salah baca updetan temen, Ge-er
ama status temen (dikira dirinya, padahal bukan), sampai yang berujung
perceraian juga sudah terjadi, udah wasting time nambah masalah pula, rugi bener.
Keempat,
alat marketing yang digunakan terlalu berlebihan. Udah jamak jaman
sekarang berbagai produk dicantumkan, follow us on fb or twitter.
Banyak perusahaan mengganggap jejaring sosial adalah alat marketing
murah meriah yang cukup populer, coba deh kamu tanya diri kamu sendiri,
buat apa sih follow sebuah produk gitu loh? Masih lumayan follow
seorang pakar di bidang tertentu, karena kita berharap bisa belajar
banyak dari informasi yang dia share di jejaring sosial, nah ini follow
produk? Misal kita follow produk popok bayi, ngapain kita (manusia)
“mengikuti” popok bayi? Apa engga lebih baik kita mengikuti Nabi
Muhammad saw.? Nyadar dong kalo kita udah dijadikan obyek marketing
gratisan!
Kelima,
permasalahan klasik, yakni soal privasi. Data apapun itu bentuknya,
ketika kita pengen ngehapus (bener-bener hilang, bukan nonaktif)
ternyata terlalu berharga bagi para penyedia jasa jejaring sosial.
Sebab, bagi mereka setiap data ada harganya. Data yang sudah mereka
peroleh dengan mudah dari para usernya yang susah payah mendaftar
dengan suka rela, tidak serta merta hilang ketika kita seorang user
menutup akun-nya. Ini memunculkan pertanyaan mendasar, data-data
tersebut sebenernya punya siapa? Kalo kemudian ada yang nyari duit dari
data-data kita tersebut, mestinya kita berhak memperoleh bagian dari
penjualannya dong. Tul nggak?
Bijak gunakan jejaring sosial
Menimbang
kemudhorotan dan manfaat dari jejaring sosial, mestinya kita bisa
dengan mudah menentukan kudu gimana kita dengan kondisi jejaring sosial
saat ini. Yang jelas sikap idealnya adalah meninggalkannya jika tak
mampu memanfaatkan dengan benar dan baik. Namun bila hal itu ada niat
dan mampu untuk menyampaikan dakwah dan menunjang tersebarnya dakwah
via internet, silakan saja. Buletin gaulislam juga punya kok akun di fb
dan twitter untuk menunjang penyebaran informasi dakwah. Ya, sebatas
keperluan itu saja.
Memang
hukum dasarnya adalah mubah untuk penggunaan teknologi semacam ini,
dari sudut pandang usul fiqih, mubah adalah kondisi hukum yang berupa
pilihan yang diserahkan pada manusia, yang dimaksud dengan pilihan di
sini adalah pilihan untuk melakukan maupun tidak melakukan aktivitas
tersebut, tentunya harus ditimbang dengan standard syar’i. Jadi kita
musti menimbang permasalahan penggunaan jejaring sosial ini sesuai
dengan kondisi yang kita hadapi.
Fenomena
maraknya jejaring sosial di Indonesia ini juga mengindikasikan
bagaimana kualitas umat Islam di negeri kita, karena sebagai seorang
muslim kita kudu bisa menghargai waktu dengan baik dengan cara
memanfaatkannya sesuai dengan hadis daro Abu Hurairah r.a.: “Nabi
bersabda, salah satu ciri baiknya keislaman seseorang adalah ketika dia
meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (bagi dunia dan
akhiratnya)”. Dari hadis tersebut bisa kita tarik kesimpulan kalo emang
keislaman umat di Indonesia ini baik, sudah pasti hal-hal yang tidak
bermanfaat pasti nggak akan laku, bukan malah sebaliknya.
Get
Real, Bro! Kalo kamu emang punya pemikiran jenius tiada taranya,
tuangkan pemikiran kamu dalam amalan yang “Real”, supaya orang lain
merasakan hebatnya kontribusi pemikiran jenius kamu! Buat apa kamu
tuangkan pemikiran jenius kamu di jejaring ‘soksial’ dan kemudian
ngerasa “besar” di FB/Twit karena banyak temenya atau follower-nya yang
ngerespon pemikiran-pemikiran kamu, tapi kehidupan nyata, you’re
nothing!
Kita kudu
kembali bersosialisasi dengan “real”! Sosialisai itu gampang kok dan
mengasyikan, nggak perlu media-mediaan, and so pasti sangat manusia
banget dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hiduplah lebih banyak
di dunia nyata, buatlah “sesuatu” in real life, Islam masih memerlukan
banyak banget pejuang-pejuang tangguh dan jenius seperti kamu untuk
menegakkan kembali kekhalifahan di muka bumi ini. So, banyak-banyaklah bersyukur terhadap apa yang sudah kamu dapet saat ini, semoga bermanfaat. [aribowo]
dudung.net
dudung.net
Senin, 13 Februari 2012
FOSSI FT UNILA: Muda-Mudi Islam & Valentine's Day (VD): Di era globalisasi dan seiring maraknya ragam gaya hidup Barat yang masuk ke dunia Islam, menyebabkan banyak remaja muslim di berbagai b...
Di era globalisasi dan seiring maraknya ragam
gaya hidup Barat yang masuk ke dunia Islam, menyebabkan banyak remaja
muslim di berbagai belahan dunia tak mampu berkutik dibuatnya. Gaya
hidup Barat yang tak lepas dari kesan glamor dan konsumtif, wujud
cerminan modernitas tersebut, mampu menggoncang peradaban Islam.
Terutama para remaja muda-mudi.
Salah satu budaya Barat yang merasuki remaja muslim, hingga dijadikan trendsetter, tersebut ialah sebuah perayaan yang jatuh pada tanggal 14 Februari bernama ”Valentine’s day” atau “Hari Kasih Sayang”.
Valentine’s Day dimaknai dengan kasih sayang atau hari di mana pasangan kekasih, muda-mudi Barat, yang sedang jatuh cinta mengungkapkan rasa kasih sayang mereka kepada pasangan masing-masing. Umumnya diekspresikan dengan saling bertukar kado, cokelat, dan bunga mawar. Bahkan, yang lebih populer, dengan bertukar kartu valentine berbentuk hati (love), yang dihiasi sebuah gambar "Copidu" (si bayi kecil bersayap dengan busur lengkap dan anak panah di tangan).
Jika kita mau menilik lebih jauh tentang asal muasal perayaan Valentine’s Day, akan kita temukan berbagai versi di dalamnya. Hal tersebut membuktikan bahwa perayaan Valentine’s Day memiliki latar belakang yang tidak jelas sama sekali. Bahkan, bisa dikatakan hanya berasal dari sebuah mitos belaka dengan merujuk seorang martir bernama Valentinus atau Santo Valentinus. Santo Valentinus meninggal pada 14 Februari yang kemudian oleh Paus Gelasius I dijadikan hari perayaan bagi kaum Nasrani.
Namun, tabiat muda-mudi yang selalu latah akan kebudayaan Barat, yang jauh dari syariat Islam, Valentine’s Day selalu menjadi momen tersendiri bagi mereka setiap tahunnya. Dari sekedar mengucapkan "selamat", hingga ikut langsung melakoni hal serupa seperti yang dilakukan "orang Barat".
Hal-hal tersebut terjadi karena sebagian remaja atau muda-mudi muslim telah menganggap yang "satu" ini sebagai trend masa kini. Sehingga, bagi yang tidak ikut merayakan, bisa dianggap kuno, ketinggalan zaman, atau kampungan (wong ndeso). Sebagian orang ada yang hanya ikut-ikutan, tanpa mengetahui story behind perayaan tersebut. Namun, tidak sedikit pula sebagian mereka sebenarnya mengetahui kalau Valentine’s Day merupakan budaya non muslim, tapi karena alasan gengsi (jika tidak ikut merayakan) mereka pun akhirnya tidak mau tahu.
Islam sangat melarang umatnya dari sikap tasyabuh (menyerupai budaya atau gaya hidup non muslim), baik dari segi ucapan, tingkah laku, maupun cara bermode.
Firman Allah dalam Surat Al-Isra’, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (Al-Isra’:36)
Kemudian dalam Surat Al-An’am, ”Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di Bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah, yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan." (Al-An’am:116)
Serta sabda Nabi Saw, ” Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kelompok mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sangat jelas di muka, bahwa hari Valentine merupakan perayaan atau ritual non muslim. Jika kita ikut merayakannya, berarti kita telah meniru-niru mereka.
Selain tasyabuh, dalam perayaan Valentine’s Day, jika kita saksikan sekarang ini merupakan cara pengekspresian cinta kasih yang dibaluti dengan fenomena pacaran, zina, mabuk-mabukan, serta foya-foya, yang intinya terlalu mengedepankan nafsu syahwat semata. Cara mengekspresikan cinta kasih inilah yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam, jika kita memandang perayaan ini melalui perspektif Islam.
Sungguh merupakan sebuah kekurangcerdasan, jika kita sebagai generasi Islam ikut melestarikan budaya yang sama sekali tidak memiliki ikatan histori, emosional, dan religius sedikitpun dengan ajaran Islam. Keikutsertaan kita dalam perayaan yang identik dengan hura-hura dan maksiat ini merupakan refleksi sebuah kekalahan dalam "peperangan" mempertahankan identitas jati diri kita sebagai pemeluk Islam.
Sebagai generasi muda muslim, selain kita dituntut melek teknologi dan ilmu pengetahuan, kita juga dituntut mampu memfilterisasi diri serta lingkungan atau budaya kita dari integritas budaya asing. Jangan mudah terbawa arus deras modernisasi yang cenderung menyesatkan. Jangan sampai kita sebagai umat Islam hanya bagai buih di lautan, banyak namun mudah terombang-ambing, banyak namun tak memilki arti.
Hal semestinya yang harus kita lakukan wahai saudaraku, adalah kembali merapatkan jiwa dan kesadaran kita masing-masing ke dasar ajaran agama kita. Kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. Mendekatkan diri kepada Allah, serta membekali diri ini dengan tembok pengetahuan agama yang mumpuni. Tanpa mengabaikan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai generasi Islam, kita harus berusaha sekuat yang kita mampu untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan kita di masyarakat, dalam muamalah sehari-hari. Agar ruh ajaran Islam tak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang terbukti hanya menimbulkan keresahan dalam masyarakat muslim.
Semoga kita semua diberikan kemampuan untuk meninggikan kalimat Allah di medan perjuangan yang semakin hari semakin kompleks ini. Sesuai dengan background kita masing-masing. Amin yaa robbal ‘alamin.
Herdiansyah el-Amdah Ihsan
Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Islam, Universitas Hassan Tsani
Mohammedia, Casablanca, Maroko
Salah satu budaya Barat yang merasuki remaja muslim, hingga dijadikan trendsetter, tersebut ialah sebuah perayaan yang jatuh pada tanggal 14 Februari bernama ”Valentine’s day” atau “Hari Kasih Sayang”.
Valentine’s Day dimaknai dengan kasih sayang atau hari di mana pasangan kekasih, muda-mudi Barat, yang sedang jatuh cinta mengungkapkan rasa kasih sayang mereka kepada pasangan masing-masing. Umumnya diekspresikan dengan saling bertukar kado, cokelat, dan bunga mawar. Bahkan, yang lebih populer, dengan bertukar kartu valentine berbentuk hati (love), yang dihiasi sebuah gambar "Copidu" (si bayi kecil bersayap dengan busur lengkap dan anak panah di tangan).
Jika kita mau menilik lebih jauh tentang asal muasal perayaan Valentine’s Day, akan kita temukan berbagai versi di dalamnya. Hal tersebut membuktikan bahwa perayaan Valentine’s Day memiliki latar belakang yang tidak jelas sama sekali. Bahkan, bisa dikatakan hanya berasal dari sebuah mitos belaka dengan merujuk seorang martir bernama Valentinus atau Santo Valentinus. Santo Valentinus meninggal pada 14 Februari yang kemudian oleh Paus Gelasius I dijadikan hari perayaan bagi kaum Nasrani.
Namun, tabiat muda-mudi yang selalu latah akan kebudayaan Barat, yang jauh dari syariat Islam, Valentine’s Day selalu menjadi momen tersendiri bagi mereka setiap tahunnya. Dari sekedar mengucapkan "selamat", hingga ikut langsung melakoni hal serupa seperti yang dilakukan "orang Barat".
Hal-hal tersebut terjadi karena sebagian remaja atau muda-mudi muslim telah menganggap yang "satu" ini sebagai trend masa kini. Sehingga, bagi yang tidak ikut merayakan, bisa dianggap kuno, ketinggalan zaman, atau kampungan (wong ndeso). Sebagian orang ada yang hanya ikut-ikutan, tanpa mengetahui story behind perayaan tersebut. Namun, tidak sedikit pula sebagian mereka sebenarnya mengetahui kalau Valentine’s Day merupakan budaya non muslim, tapi karena alasan gengsi (jika tidak ikut merayakan) mereka pun akhirnya tidak mau tahu.
Islam sangat melarang umatnya dari sikap tasyabuh (menyerupai budaya atau gaya hidup non muslim), baik dari segi ucapan, tingkah laku, maupun cara bermode.
Firman Allah dalam Surat Al-Isra’, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (Al-Isra’:36)
Kemudian dalam Surat Al-An’am, ”Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di Bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah, yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan." (Al-An’am:116)
Serta sabda Nabi Saw, ” Barang siapa meniru suatu kaum, dia termasuk kelompok mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sangat jelas di muka, bahwa hari Valentine merupakan perayaan atau ritual non muslim. Jika kita ikut merayakannya, berarti kita telah meniru-niru mereka.
Selain tasyabuh, dalam perayaan Valentine’s Day, jika kita saksikan sekarang ini merupakan cara pengekspresian cinta kasih yang dibaluti dengan fenomena pacaran, zina, mabuk-mabukan, serta foya-foya, yang intinya terlalu mengedepankan nafsu syahwat semata. Cara mengekspresikan cinta kasih inilah yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam, jika kita memandang perayaan ini melalui perspektif Islam.
Sungguh merupakan sebuah kekurangcerdasan, jika kita sebagai generasi Islam ikut melestarikan budaya yang sama sekali tidak memiliki ikatan histori, emosional, dan religius sedikitpun dengan ajaran Islam. Keikutsertaan kita dalam perayaan yang identik dengan hura-hura dan maksiat ini merupakan refleksi sebuah kekalahan dalam "peperangan" mempertahankan identitas jati diri kita sebagai pemeluk Islam.
Sebagai generasi muda muslim, selain kita dituntut melek teknologi dan ilmu pengetahuan, kita juga dituntut mampu memfilterisasi diri serta lingkungan atau budaya kita dari integritas budaya asing. Jangan mudah terbawa arus deras modernisasi yang cenderung menyesatkan. Jangan sampai kita sebagai umat Islam hanya bagai buih di lautan, banyak namun mudah terombang-ambing, banyak namun tak memilki arti.
Hal semestinya yang harus kita lakukan wahai saudaraku, adalah kembali merapatkan jiwa dan kesadaran kita masing-masing ke dasar ajaran agama kita. Kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. Mendekatkan diri kepada Allah, serta membekali diri ini dengan tembok pengetahuan agama yang mumpuni. Tanpa mengabaikan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai generasi Islam, kita harus berusaha sekuat yang kita mampu untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan kita di masyarakat, dalam muamalah sehari-hari. Agar ruh ajaran Islam tak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang terbukti hanya menimbulkan keresahan dalam masyarakat muslim.
Semoga kita semua diberikan kemampuan untuk meninggikan kalimat Allah di medan perjuangan yang semakin hari semakin kompleks ini. Sesuai dengan background kita masing-masing. Amin yaa robbal ‘alamin.
Herdiansyah el-Amdah Ihsan
Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Islam, Universitas Hassan Tsani
Mohammedia, Casablanca, Maroko
Senin, 06 Februari 2012
Bandar Lampung, Jum’at 13
Januari 2012 gedung dekanat Fakultas Teknik Universitas Lampung dipadati oleh
Mahasiswa dari berbagai Universitas di Lampung dan beberapa mahasiswa Teknik
dari Universitas Bengkulu, Universitas Sriwijaya dan Politeknik Negeri Sriwijaya.
Mereka adalah peserta dalam seminar daerah yang merupakan salah satu dari
rangkaian acara Rakorwil II FULDKT Lampung yang diselenggarakan oleh UKMF FOSSI
FT Unila. Seminar Daerah yang mengambil Tema Explorasi Panas Bumi sebagai
Sumber Energi Alternatif di Provinsi Lampung mengundang Dr. Yunus Daud dari MITI dan Prof. Dr. Suharno, B.Sc., M.S., M.Sc., Ph.D yang
merupakan dosen teknik geofisika Universitas Lampung sebagai Pembicara.
Acara dimulai pukul 09.00 WIB dibuka dengan tarian
Sigeh Pengunten oleh adik-adik dari SDIT Permata Bunda dan dilanjutkan
peresmian pembukaan acara Rakorwil II FULDKT Lampung yang juga sekaligus
membuka seminar Daerah oleh Bapak Bagus Sapto Mulyanto, S.Si, M.Si yang
mewakili Pembantu Dekan III yang berhalangan hadir kala itu. Dalam kesempatanya
Dr. Yunus Daud mengungkapkan bahwa potensi panas bumi (geotermal) merupakan
salah satu potensi energi terbesar yang dimiliki Indonesia bahkan menjadi yang
terbesar di dunia. Provinsi Lampung sendiri
mempunyai 10% dari potensi yang ada. “Panas bumi merupakan energi
terbarukan yang ramah lingkungan, karena fluida panas bumi setelah diubah
menjadi energi listrik akan dikembalikan ke bawah permukaan energi. Tetapi
untuk eksplorasi panas bumi membutuhkan biaya yang sangat besar dan juga
perspektif masyarakat yang beranggapan bahwa eksplorasi panas bumi dapat
merusak kawasan hutan lindung disekitar area eksplorasi, padahal eksplorasi
panas bumi hanya memanfaatkan sedikit area yang telah diperhitungkan mempunyai
potensi geotermal yang besar”.ungkapnya. Senada dengan Dr. Yunus Daud , Prof.
Suharno juga mengatakan bahwa Geotermal (panas bumi) sangat penting
dikembangkan di Indonesia, dan Lampung merupakan salah satu tempat potensial
untuk geotermal terkhusus di daerah Ulubelu, Tanggamus.
Beberapa peserta yang hadir mengaku puas dan sangat
tertarik dengan materi yang disampaikan, mereka semakain menyadari bahwa
sediaan energi saat ini makin berkurang dan tidak sebanding dengan kebtuhan
akan energi yang semakin meningkat. Mereka berharap kedepan akan semakin banyak
acara seminar yang mengambil tema serupa atau bahkan lebih dari ini untuk
mengupas tuntas tentang problematika energi yang dihadapai bangsa saat ini dan
menemukan pemecahan masalahnya.
Tri Wibowo yang merupakan wakil dari Ketua Pelaksana
sekaligus sebagai Ketua Umum FOSSI FT Unila mengaku sangat senang dengan antusisme
peserta seminar daerah terbukti dari banyaknya peserta yang hadir melebihi dari
target yang telah ditentukan oleh panitia. “kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam menyukseskan acara seminar daerah ini, terlebih
kepada para pemateri Bapak Dr. Yunus Daud dan Prof. Suharno yang sudah
meluangkan waktu untuk berbagi ilmu kepada teman-teman di Lampung. Semoga Ilmu
yang diberikan dapat bermanfaat dan kami mohon maaf apabila masih terdapat
kekurangan.” ujarnya
"Tatkala kudatangi sebuah cermin tampak sesosok yang telah lama ku
kenal, tapi aneh,,sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat..
Tatkala ku tatap mata, nanar hatiku bertanya, mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan??
menatap Rasulullah, menatap kekasih ALLAH kelak? ataukah mata ini yang akan terbelalak, melotot, menganga, terburai menatap neraka jahannam..akankah mata penuh maksiat ini menyelamatkan??
wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini..??"
Tatkala ku tatap mata, nanar hatiku bertanya, mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan??
menatap Rasulullah, menatap kekasih ALLAH kelak? ataukah mata ini yang akan terbelalak, melotot, menganga, terburai menatap neraka jahannam..akankah mata penuh maksiat ini menyelamatkan??
wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini..??"
Langganan:
Postingan
(Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Di era globalisasi dan seiring maraknya ragam gaya hidup Barat yang masuk ke dunia Islam, menyebabkan banyak remaja muslim di berbagai b...
-
Gaza, Palestina. Kenapa sih harus repot-repot peduli dengan mereka? Begitu kira-kira tanda tanya yang besar di benak banyak ora...
-
Dear All, Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan. ...
-
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Sebagian kalangan be...
-
Disusun Oleh: Ummu Hajar Muroja’ah: Ust. Abu Salman Tidur bagi muslimah merupakan saat yang sangat penting. Karena dalam tidurnya ia ...
-
AUDIENSI FOSSI FT 2013 ke POLDA LAMPUNG Assalammualaikum warohmatullah hiwabarokatuh Alhamdulillah pada tanggal 16 Juli 2013 FOSSI ...
-
Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah se...
-
Oleh: Jauhar Ridloni Marzuq Dikisahkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa suatu hari istri Utsman bin Madz’un datang kepada istri Rasulullah dengan...
-
Memasuki serangan Israel di Jalur Gaza hari keenam mereka terus mengebom gedung-gedung pemerintah dan sektor warga sipil. Kekerasan ini te...
-
Di zaman modern banyak sekali orang yang tidak mengenal sunnah-sunnah nabi padahal hal tersebut bisa-bisa wajib untuk kita ikuti. Mengapa?...