Jumat, 24 Februari 2012
Hari gini masih maen FB dan twitteran? Masih suka
galau? Atau malah pengen nyiptain “sesuatu” dalam hidup kamu?
Sebenernya masih banyak seabrek pertanyan lain yang bakal kagak ada
habisnya ditulis di sini. Banyak organisasi/orang yang dianggap (atau
lebih tepatnya “merasa”) sukses dengan menerapkan social (baca
sok-sial) network, sebagai salah satu channel komunikasi mereka,
walapun ternyata tidak demikian adanya. Karena memang sangat susah
untuk bisa menilai keberhasilan suatu kondisi sosial (dalam hal ini
komunikasi), mengingat dinamika yang ada di dalamnya yang sangat
fluktuatif. Terus kenapa social network jadi “#sesuatu” yang ngetren
abis?
Apa sih social network itu?
Berdasarkan
penjelasan dari wikipedia, social network adalah sebuah konsep/teori
dimana seorang individu merupakan titik (node) yang terhubung dengan
titik yang lain karena satu alasan tertentu (mis: keluarga, temen,
kesamaan interest/hobby, tinggal di wilayah yang sama, bekerja di
tempat yang sama, hingga dari agama yang sama). Hubungan antar titik
ini bisa divisualisasikan menjadi menjadi semacam peta hubungan antar
individu berdasar pada alasan tertentu untuk kemudian dianalisis untuk
berbagai macam keperluan.
Guna
memfasilitasi terwujudnya sosial network dalam satu bentuk yang bisa
dipahami dan dirasakan manfaatnya, beberapa perusahaan menghadirkan
yang disebut sebagai social network service, alias penyedia jasa
jejaring sosial, dimana jumlahnya sangat banyak sebenernya, cuma
beberapa yang terkenal dan umum dipake saat ini, yaitu facebook en
twitter. Perusahaan jejaring sosial ini memperoleh keuntungan utamanya
dengan menjual iklan, dan data yang mereka peroleh dari para membernya
untuk keperluan analisis tertentu. So, semakin banyak data yang
berhasil mereka peroleh, akan semakin tinggi pula akurasi informasinya
dan semakin banyak pula analisis yang bisa dilakukan, yang pada
akhirnya akan semakin banyak dolar yang bisa diperoleh oleh para
penyedia jasa sosial tersebut.
Dengan
melihat besarnya potensi penggunaan jejaring sosial ini, kemudian
muncul berbagai ide penggunaan jejaring sosial bagi para user aktifnya.
Umumnya di Indonesia mereka sering disebut sebagai situs pertemanan,
dimana mereka “berasumsi” dengan menggunakan situs pertemanan atau
jejaring sosial ini, mereka sudah bersosialisasi dan eksis banget di
dunia dan akherat. Sementara bagi para pedagang, begitu mereka tahu
potensi yang tersimpan pada situs pertemanan atau jejaring sossial ini
begitu besar, spontan saja intuisi dagang mereka tumbuh subur bak jamur
di musim duren, eh musim hujan, tanpa perlu banyak cingcong mereka
membombardir jejaring sosial dengan iklan dagangan mereka. Sementara
bagi mereka yang “gila popularitas”, jejaring sosial ini merupakan
surga bagi para narsis-mania untuk menyalurkan hasrat narsis mereka
yang menggelora dengan afdol bin toyib. Oya, masih banyak kelompok
lainnya yang menggunakan jejaring sosial ini untuk keperluan mereka
masing-masing. Karena saking banyaknya kemungkinan penggunaan jejaring
sosial ini, in the end, gue ngerasa jejaring sosial adalah tempat sampah informasi saja.
Loh
kok tempat sampah? Iya, karena tidak mudah untuk bisa memanfaatkan
informasi yang kita peroleh dari sana. Memang selalu ada informasi
bermanfaat yang bisa kita ambil, namun yang model kayak gini sangat
sedikit sekali jumlahnya. Coba aja kalo kamu lagi online misal selama
30 menit, hitung deh berapa banyak “sesuatu” yang bener-bener
bermanfaat bagi kamu? Kondisi ini mirip banget dengan keranjang sampah,
dimana selalu aja ada “sesuatu” yang bisa dimanfaatkan di dalamnya,
tapi ya sedikit banget, dan seringnya untuk memperoleh yang sedikit
ini, harus dengan susah payah karena kudu diproses dulu, sementara 30
menit tersebut kalo kita gunakan untuk membaca al-Quran, lumayan banget
gitu looh, yah bisa kurang lebih dapet 1 juz lah.
Bersosialisasi dan permasalahannya
Back to the fact,
kita meluangkan waktu untuk aktivitas yang tidak penting, seperti
sharing foto, saling poking, update status dan sebagainya. Dalam
kenyataan yang sebenernya (realita) kita bisa memperoleh kesenangan
yang jauh lebih asyik daripada melakukan hal tidak bermanfaat itu,
misal pergi bareng temen-temen kamu, sharing foto dengan metode kuno,
alias tukeran album foto, dan kemudian jelasin satu persatu foto yang
ada dalam album tersebut secara langsung, nikmati setiap candaan
spontan temen-temen kita dan masih banyak kesenangan lainnya yang nggak
bakalan bisa kamu dapetin di jejaring sosial. Menurut kamu, temen yang
kamu pergauli dengan cara chat via BBM/FB/Twit, video call via Skype,
nyoret-nyoret wall mereka lebih seneng diperlakukan seperti itu
daripada interaksi sosial secara langsung? Kalo jawabannya ‘Ya”,
artinya kamu ato temen kamu sakit!
Selain
memberikan ilusi akan sosialisasi yang palsu, jejaring sosial juga
memiliki seabrek permasalahan lainnya, beberapa di antaranya adalah:
Pertama, jejaring sosial sering menjadi ajang “childish” alias
kekanak-kanakan. Sebagian merupakan efek dari narsisme, dimana doi
pengen banget dapet perhatian orang lain. Pastinya sudah sering denger
orang complain di jejaring sosial hanya karena hal sepele,
kayak laper, pusing, dingin, nggak dibeliin Ipad, engga diijinin kawin
ama ortunya (loh?) dan sebagainya. Apa untungnya memposting permasalahan
yang sedang kita hadapi? Supaya seluruh dunia ngebacanya? Ngebuka aib
sendiri? Atau kesulitan menerima kenyataan yang sedang kamu hadapi?
Come On Grow Up Guys!
Kedua,
penyimpangan penggunaan jejaring sosial untuk tujuan jahat, sudah
sering kita denger orang tertipu dari jejaring sosial, mulai ketipu
dari hal yang kecil sampai ketipu jenis kelamin pasangannya yang
dikenal via jejaring sosial, karena data jenis kelaminnya di jejaring
sosial dimanipulasi. Sangat susah untuk bisa kita cerna dengan logika
kita: sad, but it’s true (**sambil nyanyi lagunya Metallica!)
Ketiga,
sumber berbagai permasalahan interpersonal. Mulai dari sindir-sindiran
via status update, kesinggung karena salah baca updetan temen, Ge-er
ama status temen (dikira dirinya, padahal bukan), sampai yang berujung
perceraian juga sudah terjadi, udah wasting time nambah masalah pula, rugi bener.
Keempat,
alat marketing yang digunakan terlalu berlebihan. Udah jamak jaman
sekarang berbagai produk dicantumkan, follow us on fb or twitter.
Banyak perusahaan mengganggap jejaring sosial adalah alat marketing
murah meriah yang cukup populer, coba deh kamu tanya diri kamu sendiri,
buat apa sih follow sebuah produk gitu loh? Masih lumayan follow
seorang pakar di bidang tertentu, karena kita berharap bisa belajar
banyak dari informasi yang dia share di jejaring sosial, nah ini follow
produk? Misal kita follow produk popok bayi, ngapain kita (manusia)
“mengikuti” popok bayi? Apa engga lebih baik kita mengikuti Nabi
Muhammad saw.? Nyadar dong kalo kita udah dijadikan obyek marketing
gratisan!
Kelima,
permasalahan klasik, yakni soal privasi. Data apapun itu bentuknya,
ketika kita pengen ngehapus (bener-bener hilang, bukan nonaktif)
ternyata terlalu berharga bagi para penyedia jasa jejaring sosial.
Sebab, bagi mereka setiap data ada harganya. Data yang sudah mereka
peroleh dengan mudah dari para usernya yang susah payah mendaftar
dengan suka rela, tidak serta merta hilang ketika kita seorang user
menutup akun-nya. Ini memunculkan pertanyaan mendasar, data-data
tersebut sebenernya punya siapa? Kalo kemudian ada yang nyari duit dari
data-data kita tersebut, mestinya kita berhak memperoleh bagian dari
penjualannya dong. Tul nggak?
Bijak gunakan jejaring sosial
Menimbang
kemudhorotan dan manfaat dari jejaring sosial, mestinya kita bisa
dengan mudah menentukan kudu gimana kita dengan kondisi jejaring sosial
saat ini. Yang jelas sikap idealnya adalah meninggalkannya jika tak
mampu memanfaatkan dengan benar dan baik. Namun bila hal itu ada niat
dan mampu untuk menyampaikan dakwah dan menunjang tersebarnya dakwah
via internet, silakan saja. Buletin gaulislam juga punya kok akun di fb
dan twitter untuk menunjang penyebaran informasi dakwah. Ya, sebatas
keperluan itu saja.
Memang
hukum dasarnya adalah mubah untuk penggunaan teknologi semacam ini,
dari sudut pandang usul fiqih, mubah adalah kondisi hukum yang berupa
pilihan yang diserahkan pada manusia, yang dimaksud dengan pilihan di
sini adalah pilihan untuk melakukan maupun tidak melakukan aktivitas
tersebut, tentunya harus ditimbang dengan standard syar’i. Jadi kita
musti menimbang permasalahan penggunaan jejaring sosial ini sesuai
dengan kondisi yang kita hadapi.
Fenomena
maraknya jejaring sosial di Indonesia ini juga mengindikasikan
bagaimana kualitas umat Islam di negeri kita, karena sebagai seorang
muslim kita kudu bisa menghargai waktu dengan baik dengan cara
memanfaatkannya sesuai dengan hadis daro Abu Hurairah r.a.: “Nabi
bersabda, salah satu ciri baiknya keislaman seseorang adalah ketika dia
meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (bagi dunia dan
akhiratnya)”. Dari hadis tersebut bisa kita tarik kesimpulan kalo emang
keislaman umat di Indonesia ini baik, sudah pasti hal-hal yang tidak
bermanfaat pasti nggak akan laku, bukan malah sebaliknya.
Get
Real, Bro! Kalo kamu emang punya pemikiran jenius tiada taranya,
tuangkan pemikiran kamu dalam amalan yang “Real”, supaya orang lain
merasakan hebatnya kontribusi pemikiran jenius kamu! Buat apa kamu
tuangkan pemikiran jenius kamu di jejaring ‘soksial’ dan kemudian
ngerasa “besar” di FB/Twit karena banyak temenya atau follower-nya yang
ngerespon pemikiran-pemikiran kamu, tapi kehidupan nyata, you’re
nothing!
Kita kudu
kembali bersosialisasi dengan “real”! Sosialisai itu gampang kok dan
mengasyikan, nggak perlu media-mediaan, and so pasti sangat manusia
banget dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hiduplah lebih banyak
di dunia nyata, buatlah “sesuatu” in real life, Islam masih memerlukan
banyak banget pejuang-pejuang tangguh dan jenius seperti kamu untuk
menegakkan kembali kekhalifahan di muka bumi ini. So, banyak-banyaklah bersyukur terhadap apa yang sudah kamu dapet saat ini, semoga bermanfaat. [aribowo]
dudung.net
dudung.net
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Di era globalisasi dan seiring maraknya ragam gaya hidup Barat yang masuk ke dunia Islam, menyebabkan banyak remaja muslim di berbagai b...
-
Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah se...
-
Gaza, Palestina. Kenapa sih harus repot-repot peduli dengan mereka? Begitu kira-kira tanda tanya yang besar di benak banyak ora...
-
Dear All, Rasanya ini baik untuk direnungkan setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Tuhan. ...
-
Disusun Oleh: Ummu Hajar Muroja’ah: Ust. Abu Salman Tidur bagi muslimah merupakan saat yang sangat penting. Karena dalam tidurnya ia ...
-
AUDIENSI FOSSI FT 2013 ke POLDA LAMPUNG Assalammualaikum warohmatullah hiwabarokatuh Alhamdulillah pada tanggal 16 Juli 2013 FOSSI ...
-
Sabtu-ahad/28-29 April 2012, tidak seperti biasanya, Dusun IIIC Desa Karang Anyar yang biasa terlihat lengang dan sepi berubah menjadi ...
-
Oleh: Jauhar Ridloni Marzuq Dikisahkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa suatu hari istri Utsman bin Madz’un datang kepada istri Rasulullah dengan...
-
Memasuki serangan Israel di Jalur Gaza hari keenam mereka terus mengebom gedung-gedung pemerintah dan sektor warga sipil. Kekerasan ini te...
-
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Sebagian kalangan be...
0 komentar:
Posting Komentar