Pages

Rabu, 14 Maret 2012
Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Muhammad Al-Banna rahimahullah lahir pada bulan  Sya’ban 1423H/ September 1906M di kota Mahmudiyah, sebuah kawasan dekat Iskandariyah, Mesir. Ayahnya, Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna adalah seorang ulama dan aktivis yang menggeluti ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sunnah nabawiyyah. Ia lulus dengan meraih ranking kelima dari seluruh pelajar Mesir dan hafal 18.000 bait sya’ir (puisi) Arab, juga prosa – selain al-Qur’an dan hadits – yang setara jumlahnya dalam usia SMU kala itu. Setelah lulus dari madrasah mu’allimin, ia melanjutkan kuliahnya di Darul ‘Ulum, Kairo pada tahun 1923.
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Darul ‘Ulum pada tahun 1927 dengan predikat terbaik pertama, ia menggeluti profesi sebagai guru madrasah ibtidaiyah (sekolah dasar) negeri. Dalam fase itu ia sempat berpindah dari satu kota ke kota lain. Walau demikian, profesinya yang sesungguhnya adalah menyeru umat agar mengamalkan Al-Qur’an dan berpegang taguh pada sunnah Rasulullah saw. Lewat tangannya, Allah swt telah berkenan memberi petunjuk kepada puluhan ribu mahasiswa, buruh, petani, pedagang dan berbagai golongan masyarakat yang lain.
Untuk beberapa waktu lamanya ia menetap di kota Ismailiyah, kota dimana ia mendirikan kantor pertama Ihwanul Muslimin bersama beberapa pengikutnya. Ia telah memimpin Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun pada saat usianya baru 22 tahun. Ia menyebarluaskan dakwahnya melalui serangkaian ceramah dan penerbitan. Ia menjadikan masjid hingga kedai kopi sebagai ladang dakwahnya. Tuntutan dakwah mendorongnya untuk mengunjungi semua kota dan desa yang bisa didatangi. Hasilnya, dalam waktu relatif singkat, gerakan dakwahnya telah memiliki cabang di hampir seluruh penjuru Mesir.
Beberapa waktu kemudian ia dipindahkan ke Kairo. Kantor pusat IM-pun turut pindah ke Kairo. Di Kairo, dakwahnya cepat tersebar secara luas. Dalam tempo yang relatif singkat, anggota IM telah berjumlah setengah juta orang. Di Kairo pula ia mendirikan harian Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Beberapa tahun kemudian ia menggetarkan Inggris dan Zionis karena memimpin pasukan mujahidin sebanyak 10.000 personil untuk membebaskan Palestina. Saat itu mereka telah berhasil menyerang jantung pertahanan Israel sampai ke ambang pintu Tel Aviv. Akan tetapi perjuangan tersebut dihentikan setelah Raja Farouq menandatangani perjanjian damai dengan Israel serta kemudian menangkapi seluruh pemimpin dan pasukan IM.
Ia juga berperan dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, dimana ia membentuk dan menjadi ketua Komite Solidaritas untuk Kemerdekaan Indonesia. Atas sokongannya yang besar bagi kemerdekaan Indonesia, H. Agus Salim, Bung Sjahrir, Mr. Nazir Pamoentjak, Dr.H.M. Rasyidi, dan M. Zein Hassan menyampaikan terima kasih bangsa Indonesia ke hadapan Hasan Al-Banna langsung di kantor pusat IM di Kairo.
Kaum penjajah dan para sekutunya bersengkokol menghancurkan Ikhwanul Muslimin. Negara-negara Barat menekan Pemerintah Mesir untuk menghancurkan jamaah Ikhwanul Muslimin serta menangkap para mujahiddin sekembalinya mereka dari perang di Palestina. Pembubaran pertama gerakan Ikhwanul Muslim dilakukan pada masa Raja Faruq dengan pemerintahan perdana menteri An-Naqrasyi pada tanggal 8 Desember 1948. Ribuan aktivis Ikhwan ditangkap dan dipenjara di Ath-Thur dan Haiktasab. Jadilah Hasan Al Banna seorang diri di luar penjara setelah dirinya dipisahkan dari murid-muridnya, agar para musuh Islam lebih leluasa mewujudkan mimpinya.
Pada tanggal 12 Desember 1949, di tengah hiruk-pikuk kota Kairo, tepatnya di depan kantor pusat organisasi Asy-Syubbanul Muslimun, sekolompok orang dari antek-antek Raja Faruq secara pengecut di salah satu jalan di Kairo, memuntahkan peluru-peluru makar mereka ke tubuh Hasan Al-Banna, dan kemudian berlari menghilang. Dengan tenaga yang masih tersisa, Hasan Al-Banna membopong tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia menangani luka parahnya. Mereka sengaja membiarkannya tersungkur di tengah lumuran darah yang mengucur tiada henti. Mereka bahkan juga menghalangi para pengikut beliau yang ingin menjenguknya.
Dua jam setelah penembakan, beliau menghembuskan nafas yang terakhir dan gugur untuk memenuhi cita-citanya yang tertinggi, Al-Mautu fii Sabilillah. Semoga Allah berkenan memberikan rahmat dan surga-Nya kepada beliau.
Peristiwa kesyahidan beliau telah membuat jiwa jutaan kaum muslimin “keluar darah”, dan dunia Islam telah kehilangan sebuah pribadi yang menyejarah dan unik. Di pihak lain, sejarah telah menyaksikan bangsa Amerika berhamburan ke jalan-jalan, menari, dan menghabiskan bergalon-galon khamr sebagai tanda kegembiraan yang teramat besar perihal “kemenangan” atas tewasnya beliau.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers